Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Template

Powered by Blogger

SELAMAT DATANG DI KUBU JINGGA,BLOG YANG BERISI APA SAJA.

Jumat, 30 April 2010

Lagi, Maling Pertima Gentayangan

AMLAPURA-
Maling pertima (benda-benda sacral pura) kembali bergentayangan setelah sempat menyepi beberapa bulan. Kali ini, maling berhasil menggasak sebuah pertima Rambut Sedana dan satu pucuk bunga emas di Pura Puseh Desa Pesaban, Rendang, Karangasem, pada Selasa (27/4) lalu.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, maling diketahui menggasak benda sacral milik pura saat dilakukan bersih-bersih diareal pura tersebut. Saat itu, Sekitar pukul 09.00, warga melakukan pembersihan. Saksi I Dewa Made Mangku (65) saat itu melihat pintu gedong dalam keadaan terbuka dan pintu gerbang rusak. Setelah diperiksa, pertima sudah tidak ada. Selanjutnya, warga sepakat melaporkannya ke Polsek Rendang.


Pahumas Polres Karangasem AKP Wayan Suratha seijin Kapolres AKBP Heny Harsono, membenarkan pencurian pertima dipura Puseh Pesaban. Diakui, pelaku pencurian benda sacral tersebut masih diselidiki. ‘’Kita belum mengetahui identitas pelaku, petugas masih melakukan penyelidikan,’’tegasnya.

Meskipun nilai materiil benda yang dicuri oleh maling pertima tersebut kecil, namun nilai imaterialnya diakui cukup besar. bahkan, Pahumas asal Tabanan tersebut mengatakan pencurian pertima yang dilakukan adalah sebagai bentuk penodaan agama. dek

Rabu, 28 April 2010

Mengintip Angkernya Batu Gede--Pantang Berkata Kotor, Ada Pemandian Bidadari



KEYAKINAN akan tempat angker masih sangat kental dimasyarakat. Perkembangan teknologi yang pesat tidak mampu menembus aura gaib yang tersimpan. Seperti keberadaan sebuah batu besar dibantaran sungai Janga, Lingkungan Paya, Amlapura. Tempat yang berada didekat sebuah kuburan ini diyakini menyimpan misteri gaib.

Batu besar disamping sungai oleh warga disebut Batu Gede. Sesuai namanya, batu ini ukurannya besar dengan besar sekitar 3 meter dan tinggi 2 meter. Oleh warga, batu tersebut dikeramatkan.

Bermagai cerita mistik beredar terkait keberadaan batu tersebut. Menurut salah satu warga, Arya, mengaku, kejadian aneh kerap dialami oleh warga yang melintas disungai tersebut. Sehingga tidaklah mengherankan kalau areal angker disungai tersebut jarang dilewati warga. ‘’Ditempat ini, tidak boleh mengeluarkan kata-kata kasar,’’ungkap Arya.

Dulu pernah kejadian menimpa seseorang yang mencari ikan dilokasi tersebut. Setelah lama menunggu, ternyata keinginannya untuk mendapatkan ikan kandas. Bubu yang dipasangnya berjam-jam hanya disamperi seekor kepiting. Karena kesal, orang tersebut mengumpat lanjut pulang. Setiba dirumah, betapa terkejutnya orang tersebut karena buah zakarnya membengkak sebesar buah kelapa. Atas saran orang pintar, orang tersebut lantas menghaturkan sesajen di batu tersebut dan penyakit aneh yang dialaminya berangsur sembuh.

Kejadian aneh lainnya juga dialami warga lainnya. Saat itu sekitar pukul 12.00 wita, orang tersebut mengaku melihat rangda menyeramkan bersandar di Batu Gede. Kontan saja, petani yang semula hendak berendam langsung kabur. Kejadian aneh lainnya juga pernah dialami warga lainnya seperti keberadaan ayam jago merah dilokasi tersebut.

Selalu Didatangi Kunang Kunang
Dipercaya Sebagai Tempat Permandian Bidadari

Lokasi Batu Gede berada di Sungai Janga. Untuk mencapai tempatnya tidak mudah dan harus melewati sebuah kuburan. Karena dikenal angker, tidak banyak warga yang berani mandi atau melakukan aktifitas di sekitar Batu Gede. Karena penunggu Batu Gede sering berbuat jahil, warga yang mengambil air biasanya mengambil jauh dari lokasi batu berada.

Artawan warga lainnya menceritakan, konon, ketika Gunung Agung meletus, alur sungai ini tertimbun lahar dan Batu Gede hanya tampak setengahnya saja. Beberapa tahun kemudian terjadi banjir besar yang membuat alur sungai semakin dalam. Tetapi anehnya Batu ukuran besar itu tak bergeming, padahal batu-batu besar lainnya hanyut.

Didekat Batu Gede, warga meyakini ada pemandian bidadari. Tempat yang dimaksud mirip seperti kolam alam dengan pilah batu disekelilingnya. Airnya nampak jernih karena tidak pernah dijamah. Saat hari-hari tertentu, ratusan kunang-kunang selalu datang di tempat itu. Warga yang kerap melihat kejadian aneh semakin tidak berani untuk melakukan aktifitas di sekitarnya. Bahkan, seorang warga dikatakan sempat melihat ketimun guling (mentimun dengan ukuran besar) tergeletak diatas Batu Gede. Ketika didekati mentimun tersebut tiba-tiba hilang. dek.

Mengantuk, Sedan Masuk Tegalan

AMLAPURA—
Diduga sopirnya mengantuk, sebuah sedan menabrak leneng dijalan Nenas, Lingkungan Kecicang Islam, Desa Bungaya Kangin, Karangasem, Rabu (28/4) kemarin. Setelah menabrak leneng, sedan DK 265 C yang dikemudikan Ida Ayu Sunari langsung nyemplung ketegalan milik warga.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, apes yang menimpa warga asal Geria Kecicang terjadi sekitar pukul 13.00 wita kemarin. Menurut penuturan korban, ketika itu datang dari Gianyar. Karena tidak berani memotong jalan, dia melanjutkan perjalanan menuju pasar Bebandem untuk berbelok. Saat kembali dari pasar Bebandem, kemungkinan karena mengantuk, mobil sedan miliknya menabrak leneng disamping jalan dan selanjutnya terjun bebas ketegalan warga.

Meskipun kejadian itu membuat korban shcok, namun korban maupun anaknya yang berumur enam tahun tidak mengalami cidera. Hanya saja, sedan yang dikemudikannya ringsek. Bagian depan kiri hancur. Sementara itu, ban depan kirin hancur dan ban belakangnya kempes. dek.

Kejaksaan Karangasem Diragukan

AMLAPURA-
Kasus dugaan penyalahgunaan dana biaya operasional sekolah (BOS) Sekolah Dasar Negeri (SDN) I Kesimpar yang diduga dipinjam oleh guru-guru disekolah tersebut jalan ditempat. Tidak pelak, kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Amlapura mendapat sorotan tajam. Keseriusan lembaga yang dipimpin oleh Beny Santoso, SH dipertanyakan komite sekolah setempat.‘’Ada apa ini sebenarnya, apakah bukti-bukti yang kami serahkan tidak cukup,’’ujar Ketua Komite I Wayan Astawa, saat dihubungi via telpon, Selasa (27/4) kemarin.

Demikian Astawa, kalau kinerja pihak Kejaksaan tetap mbalelo seperti ini, pihaknya akan kembali memberikan support sambil mempertanyakan sejauh mana perkembangannya. Kalau cara ini gagal, pihaknya akan mengerahkan massa ke Kejari serta mempertanyakan ada apa sesungguhnya.

Astawa sendiri tidak sepakat angkanya dijadikan masalah. Dia bahkan meragukan Kejari. Karena, kalau memang Kejari sudah menindaklanjuti, harusnya sudah ada peningkatan status dari pihak terperiksa sebelumnya.

Melihat rentetan kasusnya, komite berpendapat perbuatan guru tersebut jelas menyalahi aturan. Argumen ini diperkuat oleh pendapat tim BOS Propinsi Bali dan Kabupaten Karangasem yang mengatakan bahwa tindakan meminjam dana BOS adalah keliru.

Sementara itu, Kasi Intel Kejari Amlapura, Cok Dian Permana, SH dikonfirmasi perkembangan penyelidikan kasus tersebut tidak memberikan komentar apapun. ‘’Sebentar ya, nanti akan kami sampaikan dulu kepada pimpinan,’’ujarnya singkat.

Seperti yang ditulis dalam berita sebelumnya, dugaan pinjam meminjam dana BOS tahun 2007/2008 yang dilakukan oleh sekelompok oknum guru disekolah tersebut terungkap setelah tewasnya Wayan Teso (penjaga sekolah yang gantung diri) karena meminjam uang yang belakangan diketahui berasal dari dana BOS, pada Maret lalu. Teso meminjam sebanyak dua kali. Pertama meminjam senilai Rp. 4,5 juta dan berikutnya senilai Rp. 6,5 juta.Dari kematian Teso terungkap peminjam BOS lainnya mulai dari Kepala Sekolah hingga guru-gurunya. nominal angkanya juga beragam mulai dari Rp. 500 ribu hingga Rp. 9 juta. dek.

Minggu, 25 April 2010

Raja Karangasem, Pengempon Pura Rambut Petung



PURA Rambut Petung yang berlokasi di desa Pesedahan, Manggis, Karangasem disungsung oleh beberapa desa yang memiliki kaitan sejarah dengan keberadaan pura tersebut.

Menurut Prasasti Leden bertahun 1631, Pura Rambut Petung memiliki kaitan dengan Raja Karangasem. Dimana pura ini merupakan emponan dan penyungsungan Raja Karangasem. Pernyataan tersebut diperkuat dengan prasasti Dalem Pasuruan yang bertahun sama. Keberadaan Pura tersebut sempat terbengkalai ketika terjadi pergolakan kaum Bali mula dengan penguasa Kerajaan Gelgel di masa itu. Seusai perang dengan kekalahan Bali mula, diperintahkanlah utusan yang kini menjadi warga setempat untuk mengurus dan mepahayu di Pura tersebut.

Pura yang juga disungsung Raja Karangasem ini memiliki bangunan pelinggih utama berupa Meru Tumpang Solas. Bangunan ini diyakini sebagai stana Ida Betara Gede Lingsir Rambut Petung dengan pretime berbentuk apilan.

Menurut Jero Mangku Gede Nengah Sujati, keberadaan sesuhunan di Pura itu diyakini merupakan pusat penyatur desa, dimana putra-putra beliau disungsung di desa adat Sengkidu, Nyuhtebel dan Tenganan Dauh Tukad. Selain ketiga desa tersebut juga disungsung desa Perasi, Selumbung dan Ngis.

Versi lain menyebutkan, keberadaan pura ini adalah rangkaian ekspedisi sehingga masih kuat disungsung hingga sekarang. Hal ini terkait dengan keberadaan raja-raja dimana hubungan keterkaitan antar kerajaan di masa lalu ada terdapat hubungan geneologis ataupun riwayat sejarah kerajaan.

Keberadaan penyungsungan Betara Gede Lingsir Rambut Petung yang diiringi oleh penyungsungan lainnya, seperti Ida Betara Gede Jaksa, Ida Betara Ayu Mas, Ida Betara Ayu Batur, Ida Betara Bagus Ujung, Ida Betara Bagus Sega, Ida Betara Bagus Bebukit, Betara Ratu Pasek Gelgel dan Betara Ratu Pasek Tangkas.

Penghulu desa adat, Mangku I Gusti Ngurah Ginatra menyatakan, keluarga puri selalu datang menghaturkan sembah dipura ini.
Drs. Anak Agung Ngurah Agung, MM, salah satu keturunan Puri Karangasem mengatakan, karena demikian banyak penyungsungan yang ada di Wilayah Karangasem yang dimasa lalu merupakan emponan Raja, kini wajib dijaga dan dilestarikan keberadaannya oleh masyarakat pengempon. dek

Rabu, 21 April 2010

Kembali, Rabies Makan Korban

AMLAPURA-
Wabah rabies kembali makan korban. Sejak ditetapkan KLB Rabies pada Nopember 2009 lalu hingga 6 April 2010, tercatat 14 nyawa melayang oleh penyakit yang disebabkan anjing gila tersebut.

Korban rabies kali ini adalah Ni Nengah Rati (30), asal Dusun Saren kangin, Desa Saren, Bebandem, Karangasem. Korban Korban tewas dalam perawatan di RSUP Sanglah.

Menurut kerabat korban, I Wayab Icen mengatakan, sebenarnya korban sudah digigit anjing pada dua bulan lalu. Ketika itu, korban digigit anjing dirumah tetangganya. Namun, cirri-ciri terserang rabies baru muncul sekitar empat hari lalu. ‘’Korban mengalami kelumpuhan takut air dan sinar,’’ujar Icen yang merupakan ipar korban, Rabu (21/4) kemarin.

Saat baru digigit anjing, diakui tidak ada tindakan apapun yang dilakukan. Apalagi lukanya hanya berupa goresan kecil. Mereka baru sadar terkena rabies setelah demam tinggi menyerang korban. Secara perlahan, tubuh korban melemah hingga akhirnya lumpuh. Mulut korban dikatakan terus mengeluarkan air liur.

Karena kondisi korban semakin parah, pihak keluarga akhirnya membawa korban ke RSUD Karangasem. Pihak RS. Karangasem sendiri tidak mampu menanganinya sehingga merujuknya ke RSUP Sanglah. ‘’Beberapa saat setelah diambil sample darahnya, korban meninggal pada Selasa, dini hari lalu,’’tutur Icen.

Jenazah korban yang meninggalkan dua orang anak ini langsung dibawa kembali ke Karangasem. Karena ada upacara agama didesanya, mayat korban diinapkan di RS. Karangasem dan baru diambil sekitar pukul 04.00 wita, kemarin untuk selanjutnya diaben disetra desa setempat.

Data yang dikeluarkan Dinas Kesehatan Karangasem menunjukkan, angka gigitan anjing 4.312 orang. Per harinya, rata-rata gigitan sebanyak 30-50 orang. dek.

Kabel Telkom Dipretili

AMLAPURA-
Kabel milik PT. Telkom di Dusun/Desa Antiga, Manggis, Karangasem digarong maling. Akibatnya, jaringan telkom yang menuju kedaerah tersebut terputus. Kerugian yang ditanggung oleh PT. Telkom juga dipastikan mencapai hampir Rp. 20 juta.

Pahumas Polres Karangasem, AKP I Wayan Surata seijin Kapolres AKBP Heny Harsono, Rabu (21/4)membenarkan kejadian tersebut. ''Kita masih menyelidiki pelakunya. kalau dilihat motifnya hampir sama dengan kasus yang terjadi ditempat lain,''ungkapnya.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, pencuri dipekirakan melakukan aksinya malam hari. Karena pihak PT. Telkom sendiri kurang melakukan control terhadap kabel miliknya membuat maling dengan leluasa mempretili kabel telkom yang berada diperbatasan Dusun Buitan dengan Manggis, tepatnya didepan Pura Dalem desa adat Manggis.

Sebelumnya, banyak pelanggan telkom yang melaporkan karena jaringan telkom di Manggis sering mengalami gangguan. Menindaklanjuti laporan pelanggan, sekitar pukul 10.00 wita, salah satu petugas PT. Telkom, I Ketut Getas (50), asal Dusun Antiga Kaler langsung melakukan pengecekan. Hasilnya, kabel jenis KU sepanjang 200 meter dengan ukuran 100 per ditemukan sudah hilang.Atas kejadian tersebut, PT. Telkom melaporkannya ke Mapolsektif Manggis. dek.

Selasa, 20 April 2010

Raport Bupati Karangasem Merah

AMLAPURA-
Hasil kerja Bupati Karangasem I Wayan Geredeg dikoreksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karangasem dalam sidang paripurna istimewa penyampaian rekomendasi DPRD terhadap Laporan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Bupati yang digelar, Selasa (20/4) kemarin. Dalam penilaiannyayang dibacakan Ketua DPRD I Gede Dana,S.Pd., M. Si kemarin, Dewan memberikan banyak nilai merah pada raport Bupati tersebut.

Nilai merah diberikan hampir disemua sektor pemerintahan. Dibidang pendidikan misalnya, Dewan banyak memberikan sorotan soal status SD 2 Sibetan yang hingga kini belum jelas termasuk soal gaji tenaga kontrak yang bertahun-tahun belum terbayar.

Pernyataan Geredeg yang dalam tiap orasinya mengatakan kemiskinan sudah hilang juga mendapat sorotan tajam. Dewan menilai, pengentasan kemiskinan di Karangasem tidak berhasil yang dibuktikan dengan banyaknya masyarakat penggepeng akibat tidak adanya lapangan pekerjaan yang disediakan pemerintah. ‘’Masalah pipanisasi air bersih ke Kubu, Abang dan Seraya harusnya rampung pada tahun 2009, namun hingga kini ternyata proyek tersebut belum tuntas,’’ujar Dana memberi catatan soal Pekerjaan Umum (PU) dihadapan para pimpinan Muspida.

Dalam sambutannya, Bupati Geredeg seperti biasa memamerkan keberhasilannya dalam meningkatkan PAD termasuk membeberkan berbagai penghargaan yang pernah diperolehnya. ‘’Dengan berbagai kegiatan pembangunan yang sebelumnya mendapat predikat tertinggal, secara bertahap sudah bisa kita entaskan dari ketertinggalan itu,’’ujar Geredeg dalam sambutannya tersebut. dek.

Senin, 19 April 2010

Bayi Tanpa Batok Kepala


AMLAPURA-
Seorang bayi berjenis kelamin perempuan dilahirkan tanpa batok kepala (Anenchepaly), pada Rabu (14/4) lalu. Saat dilahirkan, bayi tersebut memiliki berat 2,5 kg dan panjang 48 cm.

Menurut Direktur RS. Karangasem, dr. Gede Parwata Yasa, Senin (19/4) mengatakan, bayi pasangan I Wayan Sudiartawan (29) dan Ni Kadek Sumartini (21), asal Banjar Tengah, Desa Selumbung, Manggis, Karangasem tersebut mengalami cacat pada kepala akibat gangguan organogenesis (pembuatan tulang kepala) yang terjadi biasanya pada triwulan pertama sejak kehamilan.

Gangguan organogenesis ini terjadi karena pemakaian obat yang berlebihan saat kehamilan baru berumur 0-13 minggu. Biasanya, kelainan ini diakibatkan oleh virus. ‘’Gangguan pembentukan tulang kepala biasanya terjadi saat triwulan pertama kehamilan,’’ujarnya.

Pihak RS mengaku tidak bisa melakukan tindakan apapun. pihaknya hanya mampu melakukan tindakan conservativ. Tambah Parwata Yasa, biasanya bayi baru lahir akan langsung mengisap susu ibunya. Namun, insting bayi ini tidak jalan sehingga bayi tersebut hanya diberikan makan lewat infuse.

Kelahiran bayi dengan kondisi ini diakui sering terjadi. biasanya, umur bayi yang menderita seperti ini  berumur hanya satu atau dua hari. Namun, bayi ini diakui cukup kuat karena berumur hingga enam hari.

Pihak RS. Karangasem terus memantau perkembangan bayi tersebut. Hasil rekam medis terakhir, tanda-tanda vital seperti denyut jantung dan pernapasannya dinyatakan stabil.

Sementara itu, ayah bayi malang tersebut mengaku, saat baru hamil, istrinya sempat menderita sakit yang cukup lama. dek.

Minggu, 18 April 2010

Bule Belanda Segera Dilimpahkan

AMLAPURA-
Berkas pemeriksaan bule Belanda, Wilem Johan alias Meneer Will (55) yang diduga melakukan pencabulan terhadap ITS, gadis asal Banyuwangi yang tinggal di Legian Kuta, Denpasar, sudah lengkap. Dalam waktu dekat, pihak kepolisian akan melimpahkannya ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Amlapura.

Kaposektif Manggis, AKP Gede Mustika mengatakan, berkas pemeriksaan tersangka sudah lengkap. ’’Berkas pemeriksaan sudah lengkap dan akan dilimpahkan ke Kejaksaan (P-21),’’ujar Perwira asal Pikat, Klungkung tersebut seijin Kapolres AKBP Heny Harsono, Minggu (18/4) kemarin.

Meskipun berkas perkara sudah akan rampung, namun untuk memperkuat dugaan adanya pencabulan, pihaknya masih menunggu hasil visum et revertum yang hingga saat ini belum keluar oleh RS. Karangasem. Terlambatnya hasil visum diakui menghambat jalannya pemeriksaan sehingga tidak urung, penahanan terhadap tersangka akan diperpanjang. ’’Kami akan memperpanjang masa penahanan, karena dalam waktu dekat masa penahanan tersangka akan habis,’’terangnya.

Ditambahkan, korban dengan orang tuanya juga sudah menyerahkan akta kelahiran untuk memperkuat pelanggaran terhadap pasal 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang dituduhkan kepada tersangka. ’’Korban dalam akta lahir pada 3 Mei 1994. Artinya benar korban dibawah umur,’’imbuhnya.

Sebelumnya, aksi pencabulan dilakukan pelaku pada Sabtu (3/4) lalu di penginapan Marco Inn, Padangbai. Korban yang tingga di Jalan Merpati, Nomor 20, Tuban, sebelumnya dijanjikan akan dipekerjakan dipenginapannya. Namun, setiba di Marco Inn, sekitar pukul 24.00 wita, korban justru diminta untuk melayaninya. Hingga Minggu (4/4), korban sudah melayani tersangka sebanyak tujuh kali.

Setelah itu, korban balik pulang ke Denpasar dan menyampaikan kejadian tersebut kepada orangtuanya. Ayah koban yang tidak terima dengan aib tersebut langsung melapor ke Polsektif Manggis, Minggu (4/4) malam hari lalu.

Namun demikian, ada dugaan, permainan kuda lumping tersebut tidak murni pencabulan. Karena, setiap habis melakukan permainan, korban diberikan uang sebesar Rp. 50 ribu. Apapun dalilnya, mengingat korbannya adalah anak dibawah umur, jajaran seragam coklat tetap memperkarakannya. dek.

Tradisi Perang Api --Kepercayaan Membakar Angkara Murka Dalam Diri


AMLAPURA-

Tradisi unik di Karangasem seakan tiada habisnya. Berbagai kebudayaan nenek moyang hingga kini masih dijaga kelestariannya. Salah satunya tradisi Ter-Teran atau lebih terkenal dengan sebutan perang api.

Sejatinya, perang api di Karangasem dilakukan dibeberapa desa. Hanya saja, pelaksanaannya yang berlainan. Di Desa Jasi, Karangasem, misalnya. Perang api dilakukan setiap dua tahun sekali pada hari Pangerupukan atau sehari sebelum Nyepi. Pelaksaan ini berbeda dengan di Dusun Saren Kauh, Desa Saren, Bebandem, Karangasem. Perang api dilakukan saat bulan mati (Tilem) yang jatuhnya bertepatan pelaksanaan Usabha Dalem, di desa setempat yang dilakukan selama tiga hari.

Menurut Pemangku Desa setempat, Jro Mangku Wayan Laga, mengatakan, perang api memiliki makna untuk membakar buana agung dan buana alit dari keangkara murkaan dan menghidupkan kembali Dahrma. Sarana yang digunakan dalam perang api berupa sabut kelapa. Menurut filsafat, sabut kelapa digunakan dalam perang api karena api dalam sabut kelapa (sambuk) matinya pelan. Ini artinya, Dharma hidupnya lama.

Sebelum perang api dilakukan, semua sarana yang akan digunakan diupacarai. Setelah persembahyangan, barulah perang api dimulai yang diawali dengan pembakaran sabut kelapa. Setelah itu, warga yang terbagi dalam dua kelompok langsung bereaksi seperti orang kesurupan. Mereka menyambar api yang berkobar lalu melempar dan mengejar warga lainnya sehingga menyerupai sebuah pertempuran dengan menggunakan api.

Dalam upacara perang api juga ada pantangan yang disepakati warga. Dimana, saat perang api berlangsung, tidak ada yang menghidupkan lampu, dengan tujuan agar warga yang saling melempar api benar-benar tidak mengetahui siapa yang melemparnya. Ini untuk menghindari dendam.

Meskipun banyak peserta yang mengalami luka bakar. Namun anehnya, mereka mengaku tidak merasa kepanasan atau perih. Mereka memiliki keyakinan, api tersebut membakar aura negative dalam tubuh. dek.

Selasa, 13 April 2010

Hendak Snorkling, Tourist Prancis Tewas

AMLAPURA-
Seorang tourist asal Prancis, Souiade Abdel Malek (58), tewas saat hendak melakukan snorkeling diperairan Gili Selang, Desa Bunutan, Abang, Karangasem pada Selasa (13/4) kemarin. Consultan Engneer yang beralamat di Said Sainiade Doranye, Franc ini tewas dalam perjalanan menuju RS Karangasem.

Menurut informasi, tourist kelahiran Mila ini menginap di hotel Arya Amed Beach resort bersama istri dan seorang anaknya. Sebelum akhirnya dirujuk ke RS Karangsem, korban ditemukan didepan Bungalow Good Karma, Banyuning, Bunutan dalam keadaan kronis. Korban selanjutnya dilarikan ke Puskesmas Culik. Namun karena kondisinya kian parah, korban akhirnya dirujuk ke RS Karangasem.

Kapolsek Abang AKP Wayan Warnada seijin Kapolres AKBP Heny Harsono diminta keterangannya membenarkan kejadian tersebut. Diceritakan, sekitar pukul 08.00 wita, korban bersama istrinya, Boudence Souiade berangkat snorkeling ke perairan Gili Selang dengan sebuah jukung. Ke Gili Selang, korban diantar pemilik jukung I Wayan Lika Wardana, asal Bunutan. ‘’Saat itu korban belum turun melakukan snorkeling, masih tahap persiapan,’’ujarnya.

Saksi I Wayan Lika mengatakan, sejak baru berangkat dari penginapannya di Hotel Arya Amed, kondisi korban memang sudah tidak fit. Sesampai ditengah, kondisi korban tidak menentu. Bahkan bule tersebut yang didampingi istrinya sesak dan meminta saksi untuk kembali kepenginapannya. Belum sampai dihotel tempatnya menginap, tepatnya didepan Bungalow Good Karma, korban meminta dibawa kedarat. Saat itu, korban yang masih bisa berjalan dipapah istrinya langsung muntah-muntah dan akhirnya beristirahat ditepi pantai.

Sekitar pukul 09.00 wita, sesak napas korban semakin parah. Saksi diminta untuk mencarikan dokter. Korban yang kondisinya kian parah tersebut dibawa ke Puskesmas Culik. Tidak berapa lama, korban dilarikan ke RS Karangasem dengan ambulance. Tetapi, dalam perjalanan, korban tewas. dek.

Minggu, 11 April 2010

Air Lima Rasa di Bawah Gunung Lempuyang



UNIK dan menarik. Itulah ungkapan yang akan terlontar ketika kita mencicipi rasa air yang keluar dari lima buah klebutan (mata air bawah tanah) di Dusun/Banjar Bangle, Desa Bunutan, Abang, Karangasem. Lima mata air tersebut memiliki rasa yang berbeda-beda.

Lokasi klebutan tersebut berada dibawah perbukitan gunung Lempuyang. Untuk mencapai lokasi mata airnya, warga maupun wisatawan yang hendak kesana harus berjalan kaki sejauh lebih kurang 3 km untuk mencapai klebutan pertama. Selanjutnya,untuk mencapai klebutan lainnya, pengunjungpun harus naik bukit lebih tinggi dengan kondisi tanahnya yang lumayan licin.

Menurut keyakinan masyarakat setempat, air dengan rasa berbeda ini dipercaya mampu mengobati berbagai macam penyakit seperti mengobati kencing manis, kencing batu maupun penyakit lainnya. Tidaklah mengherankan jika klebutan tersebut ramai dikunjungi warga yang memohon kesembuhan. Mereka kebanyakan berasal dari Buleleng, Ubud, Gianyar maupun daerah lainnya. Tidak jarang, warga maupun wisatawan sengaja datang hanya untuk mencicipi rasa airnya yang dinilai unik.

Diklebutan pertama rasa air yang keluar dari tanah masam, seperti rasa buah asam. Jika dirasa-rasakan, setelah mencoba meminumnya, lidah akan terasa keset. Selanjutnya klebutan kedua yang berada sekitar 500 meter dari lokasi pertama memiliki rasa pahit. Sebelum sampai ditenggorokan, rasanya rada-rada masam (seperti rasa nano-nano). Bila kita terus naik akan tiba di klebutan ketiga dengan rasa manis. Klebutan keempat yang ada diatasnya memiliki dua rasa yakni rasa tawar dan asam. Sementara itu, klebutan kelima kembali berasa asam seperti klebutan pertama.
Lokasi klebutan kedua nampak sangat memprihatinkan, karena dekat pancuran air kondisi tanahnya labil dan sering longsor.

Menurut kelian banjar setempat, I Nyoman Pande, air klebutan dengan lima rasa yang berbeda tersebut sudah ditemukan ratusan tahun lalu. Namun, keberadaannya mulai terkenal sekitar tahun 1980-an. Keberadaan air klebutan dengan lima rasa tersebut masih memiliki hubungan dengan keberadaa Pura Lempuyang. Hanya saja diakui, dirinya tidak mengetahui secara jelas hubungannya.

Keberadaan kelima klebutan tersebut sangat disucikan oleh warga. Warga yang datang kesana juga tidak bisa sembarangan. Biasanya, warga yang sedang kecuntaka (seperti datang bulan) tidak diperkenankan mengunjungi klebutan tersebut. Setiap tahun tepatnya pada Purnama Ketiga (dalam perhitungan kalender Bali), kelima klebutan tersebut diupacari oleh warga Banjar setempat. Dalam setiap upacara di pura-pura setempat, klebutan tersebut juga menjadi tempat melasti (mesucian).dek.

Rabu, 07 April 2010

Beh, Sapi di TPA Butus Doyan Roti??


AMLAPURA-
Yang namanya sapi, makanan biasanya adalah rumput. Namun kebiasaan tersebut tidak berlaku bagi sapi-sapi yang dilepas diareal tempat pembuangan akhir (TPA) di Dusun Butus, Bebandem, Karangasem. Sapi yang berkeliaran diareal TPA ini juga suka makan sisa roti, sisa makanan restoran, limbah makanan dari pasar, daging, buah termasuk dedaunan.

Menurut pemilik sapi I Nengah Ada, saat tak ada kiriman sampah ke lokasi sapipun emoh makan rumput yang hijau terhampar di lapangan sampah itu. Meskipun terkesan aneh, namun karena kebiasaan sapi yang terbentuk akibat persediaan makanan tersebut membuat sapi-sapi di TPA Butus tidak asing dengan makanan tersebut. Bahkan sapi tersebut nampak gemuk-gemuk.

Sapi-sapi tersebut seakan sudah biasa berbaur dengan pemulung yang mencari limbah plastik dan bahan yang bisa didaur ulang lainnya, termasuk menyatu dengan deru dua alat berat yang bertugas meratakan areal agar tidak selalu menggunung. sapi tersebut idak pernah galak dengan mereka.

Areal TPS Butus saat ini sudah berhasil menanam tumpukan sampah secara merata di areal lapangan dengan tanah untuk nantinya dibalikkan lagi, guna diambil sebagai kompos. Bahkan direncanakan areal TPA akan ditinggikan lagi agar lebih maksimal bisa menampung sampah.

Kondisi TPA Butus memang unik, selain ada ternak sapi, juga ada yang memelihara itik, ikan serta beberapa tanaman produktif lainnya.dek.

Selasa, 06 April 2010

Jaga Lingkungan Hidup Pepesan Kosong

KARANGASEM-
Visi-misi memperhatikan lingkungan hidup yang dijanjikan kandidat calon Bupati/Wakil Bupati (cabup/cawabup) yang akan bertarung dalam Pilkada mendatang hanya pepesan kosong. Banyak poto kandidat yang justru dipacek-pacek dengan paku di pepohonan sepanjang jalan di Kabupaten Karangasem.

Ketua Panwaslu Karangasem, I Putu Eka didampingi Ketua Divisi Hukum dan Pelaporan I Ketut Suastama tidak menampik banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh para kandidat tersebut. Hanya saja, pihaknya mengaku tidak bisa berbuat banyak lantaran tidak memiliki hak untuk mengeksekusi. ‘’Kami hanya memiliki kewenangan untuk mengawasi, mengkaji dan mengklarifikasi pelanggaran-pelanggaran pemilu sesuai tahapan agar tidak bertentangan dengan UU,’’ujarnya, Senin (5/4) diruang kerjanya, kemarin.

Hingga saat ini, pihaknya mengaku sudah melakukan inventarisasi baliho-baliho pasangan calon yang melanggar. Dari tanggal 31 Maret lalu hingga per tanggal 2 April kemarin, jumlah pelanggaran terbesar dilakukan oleh kandidat dengan memasang potonya di pohon.

Dikatakan, kandidat yang melakukan pelanggaran terbesar dengan memasang potonya di pohon yakni kandidat nomor urut satu dengan jumlah baliho yang terpasang dipohon sebanyak kurang lebih 658 buah. Nomor urut pelanggaran berikutnya dilakukan oleh kandidat nomor dua yakni pasangan Geredeg-Sukarena dengan jumlah baliho dipohon sebanyak 225 buah. ‘’Sementara yang kita catat baru sejumlah itu. Ini belum termasuk pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan Bagiarta-Rudiarta yang balihonya baru kelihatan dipasang dipohon,’’ujar Eka.

Ditambahkan, semua kandidat ini dinilai melanggar aturan Pemda Karangasem nomor 4 tahun 1992 tentang ketertiban umum serta surat Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan tentang pemasangan spanduk dan baliho Pemilukada.

Dalam aturan Pemda Karangasem, wilayah yang tidak boleh dipasangi spanduk maupun atribut lainnya yakni apabila melintang dijalan raya, taman kota, tidak boleh menggangu pasilitas pemerintah dan tidak boleh memakunya di pohon. ‘’Kami akan bersurat ke instansi terkait guna menindaklanjuti temuan kami,’’tambahnya.

Tambah Eka, selama ini, kandidat yang melakukan simakrama juga tidak pernah menyampaikannya ke Panwas. Padahal, pihaknya mengaku sudah bersurat ke masing-masing kandidat, namu kenyataannya mereka tidak pernah menyampaikan agendanya.DEK.

Bule Belanda Diduga Cabuli ABG

KARANGASEM-
Kasus pencabulan kembali terjadi yang diduga dilakukan Bill (65), WNA berkebangsaan Belanda. Pelaku yang beralamat tinggal sementara di Penginapan Marco Inn, Padangbai, Manggis, Karangasem digelandang ke Mapolsektif Manggis, Senin (5/4) pagi hari kemarin. Pelaku diamankan lantaran diduga melakukan pencabulan terhadap ITS (16), ABG asal Banyuwangi, Jatim.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, aksi cabul yang diduga dilakukan warga Belanda berlangsung di penginapan Marco Inn, Padangbai. Pelaku melampiaskan nafsunya ke korban pada tanggal Jumat (2/4) hingga Sabtu (3/4) lalu. Hubungan badan sudah dilakukan sebanyak tujuh kali.

Setelah mendapat cerita dipaksa melayani nafsu bejat bule tersebut, ayah korban AS, yang tinggal di Jalan Merpati, Nomor 20, Tuban, Legian-Kuta langsung keberatan. Minggu (4/4) malam hari lalu, bule Belanda tersebut langsung dilaporkan ke Mapolsektif Manggis.

Menurut pengakuan ayah korban, sebelum anaknya dipreteli, pada Jumat (2/3) pelaku yang baru kenal hari itu dengannya sempat datang ke Artshop miliknya di Legian. Saat itu, pelaku meminta ijin akan mencarikan korban kerja di Padangbai. Bahkan dijanjikan, korban akan dipekerjakan di rumah penginapan yang dikontraknya.

Tanpa rasa curiga, ayah korbanpun mengijinkan anaknya mengikuti bule tersebut. Apalagi korban diketahui sudah kenal dengan bule tersebut sekitar dua bulanan dan korban sendiri sering disuruh menyapu di hotel kontrakan pelaku. Namun siapa sangka, sesampainya di penginapan Marco Inn, Padangbai, korban yang berpenampilan layaknya anak ABG justru dipaksa melayani nafsu setannya. Bahkan, menurut laporan korban, saat itu dia melayani hingga tujuh kali.

Setelah kejadian itu, korban sempat pulang kembali ke Denpasan dan menceritakan kejadian itu kepada orang tuanya. Tanpa ba bi bu, pelaku langsung dilaporkan.
Kapolsek Manggis, AKP Gede Mustika seijin Kapolres AKBP Heny Harsono dimintai keterangannya membenarkan kejadian tersebut. Pelaku yang diduga berbuat cabul ini kini tengah diperiksa intensif. ‘’Pelaku kini masih menjalani pemeriksaan,’’ujar Kapolsek Mustika.

Pelaku yang sudah berambut memutih ini akan dijerat dengan pasal 82 UU Perlindungan anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. Bahkan, pihaknya hari ini akan mengeluarkan surat penahanan yang akan ditembuskan ke kantor konsulat Belanda di Denpasar.DEK.

Minggu, 04 April 2010

Perceraian Membludak

MENARIK. Angka peceraian di Karangasem bulan Maret 2010 mengalami peningkatan. Menurut catatan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Karangasem, sedikitnya ada 20 kasus perceraian yang kini sedang dalam proses baik di Pengadilan Agama (PA) maupun Pengadilan Negeri (PN). Jumlah ini belu termasuk kasus perceraian yang diselesaikan secara adat.

Menurut Ketua P2TP2A, Nyoman Suparni mengatakan, yang tampil sebagai penggugat dalam kasus perceraian kebanyakan perempuan. Usia pasangan yang melakukan perceraian juga masih sangat muda berkisar umur 21 sampai 25 tahun.

Penyebab perceraian juga terbilang klasik yakni faktor ekonomi, ketidakcocokan, KDRT yang kebanyakan diakibatkan oleh perkawinan dini. Perceraian akibat KDRT terbilang kecil hanya sebanyak 4 kasus.

Ketua PN Amlapura, Eddy Parulian Siregar menyebutkan, berdasarkan buku register, gugatan perceraian sebanyak 46 kasus. Dalam tiga bulan terakhir ini jumlahnya mencapai sepuluh kasus. diakui, motifnya kebanyakan karena ketidakcocokan, ekonomi, dan pernikahan dini. Selebihnya, ketidakcocokan dengan anggota keluarga yang lain. Misalnya ribut dengan mertua.

Menurut Eddy, perceraian yang sukses akan memberikan dampak yang buruk bagi anak-anak. Akibat perceraian kedua orang tuanya, anak-anak akan berada dalam situasi broken home. dek.

Ritual Bersuka Ria Para Dewa


BEBERAPA desa yang ada di Karangasem memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi desa wisata. Bagaimana tidak, di Kabupaten yang sempat luluh lantak akibat letusan gunung Agung beberapa puluh tahun silam ini ternyata menyimpan berbagai kebudayaan unik. Salah satunya Meamian-amianan yang ada di Desa Adat Asak, Kecamatan Karangasem.

Tradisi Meamian-amianan ini dilakukan pada Purnama Kedasa (kesepuluh) tiap dua tahun sekali. Menurut warga setempat, Meamian-aminan ini merupakan warisan turun-temurun dari leluhur desa setempat. Yang mereka tahu, upacara ini akan dilaksanakan setiap dua tahun sekali, pada bulan Kedasa (menurut penanggalan Bali, Red). Menurut kepercayaan selama ini, upacara ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa.

Sebelum upacara inti Meamian-amianan dilaksanakan, terlebih dahului dimulai dengan beberapa prosesi. Rentang waktu pelaksanaannya juga umayan panjang. Salah satu prosesi yang mendahului yakni kegiatan melasti yang disusul dengan tuhunan teruna (pengukuhan pemuda secara adat). Selajutnya dilakukan Meyaban dan nyolahang Ida Betara yang dilakukan pada malam hari.

Meamian-aminanan biasanya dilakukan oleh warga desa laki-laki. Upacara ini dilakukan di Pura Desa setempat. Upacara ini dilakukan dengan mengarak Jempana tempat pretima (benda sacral).

Awalnya, Jempana diarak menuju Beji Toya Ijeng yang jaraknya sekitar sati kilometer dari Pura Desa. Di Beji Ijeng, Jempana yang diarak tersebut disucikan. Sekembalinya dari Beji Toya Ijeng, barulah dilakukan aksi saling menyogok antara pemundut jempana yang satu dengan pemundut Jempana lainnya. Saat sogok-menyogok berlangsung, diyakini ada kekuatan niskala (gaib) yang ikut menggerakkannya.

Menurut Kepercayaan warga setempat Meamian-amianan ini diyakini sebagai pesta para dewa. Bahkan, kekuatan yang tidak kelihatan tersebut bisa mendorong pemundutnya sampai ke desa tetangga. Setelah para Dewa puas berpesta Meamian-amianan, barulah jempana tersebut dibawa kembali untuk selanjutnya di stanakan di Bale Agung. Habis itu, barulah upacara dimulai.dek.

Kamis, 01 April 2010

Warga Tenganan Sucikan Kerbau


SELAIN terkenal karena perang pandan (Mageret Pandan) yang dipercayai mampu mengusir segala malapetaka, desa tua Tenganan Pegringsingan kita juga menemukan adanya banyak kerbau yang hidup secara liar dan konon, menurut cerita kerbau itu tidak boleh dipelihara warga.

Menurut tokoh Desa Adat Tenganan I Nyoman Sadra mengatakan, Kerbau yang hidup liar di Tenganan Pegringsingan sangat dihormati oleh warga Tenganan. Kerbau-kerbau ini sudah ada sejak zaman dahulu. Dikatakan, tidak ada catatan sejarah yang jelas menyebutkan sejak kapan ada kerbau di Tenganan Pegringsingan.

Kerbau-kerbau yang ada di Tenganan ini juga tidak bisa dibunuh secara sembarangan. Kerbau ini hanya boleh digunakan untuk upacara yang jatuhnya setiap tahun sekali. Untuk keperluan upacara, itupun tidak sembarangan yang bisa digunakan. Kerbau yang bisa digunakan untuk upacara adalah Kerbau jantan yang bersih tanpa noda. Dalam artian, kerbau tersebut tidak boleh ada cacat fisiknya seperti luka. Sementara itu, kerbau betina hanya digunakan untuk induk semata. ’’Yang biasa digunakan untuk upacara biasanya hanya kerbau jantan. Sedangnya yang betina hanya untuk induk’’jelasnya.

Penggunaan kerbau untuk upacara juga tidak bisa dilakukan sembarangan. Sebelum dipotong untuk upacara, kerbau tersebut terlebih dahulu dibawa ke Pura Kandang untuk dimintakan ijin. Pura Kandang yang berada ditengah perkampungan desa setempat disungsung oleh warga Tenganan.

Hingga saat ini populasi kerbau di Tenganan Pegringsingan kurang lebih sebanyak 30 ekor. Pihak desa tidak pernah melakukan pembatasan terhadap populasi Kerbau. Pembatasan populasi hanya terjadi secara alamiah. Dimana, kerbau tersebut akan mati dengan sendirinya karena kesalahan makan (seperti makan belalang unggas) maupun terpeleset ke sungai. ’’Yang jelas kita tidak boleh melakukan pembunuhan dengan sengaja kerbau yang ada’’tuturnya.

Menariknya, kerbau yang ditemukan mati tidak akan dikubur sembarangan oleh sembarang orang. Penguburan kerbau-kerbau yang ditemukan mati ini dilakukan oleh sekelompok orang yang tergabung dalam semacam organisasi yang disebut Gumi Pulangan. Ketika melakukan penguburan orang-orang yang tergabung dalam Gumi Pulangan ini tidak bisa menggunakan pakaian sembarangan. Mereka dalam melakukan penguburan menggunakan pakaian adat lengkap Desa Adat Pegringsingan dengan membawa keris. dek.

Perdikan Dukuh Yang Digempur Dalem Gelgel


KARANGASEM ternyata menyimpan berbagai keunikan budaya, tradisi dan adat istiadat, termasuk silsilah penduduk yang menempati suatu wilayah. Salah satu desa kuno yang menyimpan berbagai peradaban sejarah dan cerita yang sangat menarik adalah Desa Adat Tenganan Dauh Tukad, yang berada di Kecamatan Manggis, Karangasem.

Desa yang terletak di kaki bukit Pegilihan, Tenganan Dauh Tukad dapat ditempuh lewat jalan mulus berhotmix sekitar 5 Km dari jalan raya menuju Desa Baliaga Tenganan Pagringsingan atau sekitar 23 Km dari Kota Amlapura.

Desa tua yang memiliki keunikan dalam perjalanan sejarah peradabannya, kini tumbuh menjadi desa wisata dengan lingkungan desa yang masih asri, tradisional dan eksotik.
Sebagaimana diketahui tradisi upacara Megeret Pandan, Nulak Damar, Daa Teruna Nyambah, Metekrok, Anyunan adalah merupakan budaya ritual aliran Indra (tradisi pra Hindu Majapahit) yang ada di desa Baliaga, Tenganan Pagringsingan. Namun demikian, tradisi ini juga ada di Tenganan Dauh Tukad yang nota bene beraliran ciwa (tradisi Hindu Majapahit).

Dalam menjalankan agama, sebagian warga didesa ini terpengaruh budaya pra Majapahit dan sebagian lagi terpengaruh oleh budaya Majapahit. Buaya Majapahit dapat dilihat dari penggunaan pendeta dalam upacara agama serta prosesi upacara Pitra Yadnya menggunakan bade (wadah) untuk mengusung sawa (jenazah).

Selain itu, keberadaan struktur prajuru adat dengan adanya posisi Penghulu Desa serta tidak membedakan soroh merupakan salah satu buaya warisan Majapahit.
Keberadaan desa ini diyakini memiliki kaitan sejarah dengan desa tetangga lainnya seperti Desa Tenganan Pesedahan (nama dalam prasasti desa) dan Desa Tenganan Pagringsingan (desa Baliaga).

Dalam lontar Babad Rusak De Dukuh dan Gegaduhan Desa Tenganan Pesedahan menyebutkan, ada tiga komplek Tenganan yakni Tenganan Dauh Tukad, Tenganan Pesedahan dan Tenganan Pagringsingan, menyatu dalam satu kiblat penyungsungan untuk mepahayu di Pura Rambut Petung yang ada di wilayah Desa adat Pesedahan sekarang.
Menurut babad, dikisahkan sekitar abad 17 saat kejayaan I Gusti Ngurah Sidemen, penguasa tanah perdikan setempat Dukuh Mengku yang sakti tinggal di Tenganan Dauh Tukad memiliki satu putra, atas titah Dalem Gelgel putranya diminta untuk menjadi juru kurung.

Namun Dukuh Mengku menolak karena merasa hanya memiliki satu putra yang akan meneruskan keturunannya. Atas penolakan itulah Dalem Gelgel marah dan mengutus I Gusti Ngurah Sidemen (Mangku Basukih) menjalankan perintah Raja. Bersama I Gusti Ngurah Abiantimbul, I Gusti Ngurah Sidemen didukung prajurit menyerang Dukuh Mengku dari arah selatan. Banyak rakyat Dukuh Mengku tewas dalam perang hebat hingga di wilayah tegal penangsaran (nama dalam babad), Lapangan Pakuwon Desa Pesedahan sekarang.

Rakyat Dukuh Mengku akhirnya kalah, Dukuh Mengku pun berfikir lalu membersihkan diri berpamitan seraya tangkil menyembah ke Pura Rambut Tiding, mohon pamit kepada Ida Sesuhunan untuk melakukan perang puputan. Usai sembahyang lalu berpakaian serba putih turun ketimur melewati Tukad Pesedahan tiba di Lapangan Pakuwon, Dukuh Mengku direbut oleh I Gusti Ngurah Sidemen dan I Gusti Ngurah Abiantimbul hingga tewas. Sisa rakyat Dukuh Mengku lari tunggang langgang mengungsi ke bukit sebelah barat dan berbagai arah.

Kekalahan Dukuh Mengku dilaporkan kepada Dalem Gelgel. Lalu diperintahkan agar krama yang masih ada diberikan hak istimewa tidak dikenakan cecamputan kepada penduduk di Dauh Tukad dan tidak mengambil istri untuk raja, yang selanjutnya diteruskan oleh trah raja yang memerintah di Karangasem, tradisi itupun berlangsung sampai sekarang.

Setelah itu Raja Dalem Gelgel memerintah I Gusti Ngurah Tenganan untuk menata dan membangun desa lokasi peperangan di Tenganan Pesedahan karena teringat akan kewajiban Mapahayu di Pura Rambut Petung sebagai salah satu penyungsungan Raja yang perlu diperhatikan. Sedangkan di Dauh Tukad diperintahkan oleh I Gusti Ngurah Sidemen anak I Made Mencur bernama I Made Bendesa ditugaskan melaksanakan pemerintahan dan aci-aci di Pura-Pura setempat termasuk di Pura Petung.

Budaya campuran yang ada di Desa Tenganan Dauh Tukad atas pengaruh dua masa berbeda tradisi Hindu pra Majapahit dan tradisi Hindu Majapahit masih terpelihara hingga kini. Bahkan untuk perhitungan waktu sasih menggunakan perhitungan waktu seperti yang berlaku di Desa Baliaga Tenganan Pagringsingan. sumber Humas Pemda Karangasem (dek).