Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Template

Powered by Blogger

SELAMAT DATANG DI KUBU JINGGA,BLOG YANG BERISI APA SAJA.

Selasa, 21 Desember 2010

Mejaga-Jaga dan Muu-Uu Saat Kepitu

AMLAPURA—
Purnama Kapitu (purnama bulan ketujuh perhitungan kalender Bali) merupakan purnama yang istimewa bagi sebagian masyarakat Bali. Seperti misalnya di Desa Pasedahan, Manggis, Karangasem, saat purnama kepitu upacara dilakukan ditiga mandala khayangan desa yakni di Pura khayangan Jagat Rambut Petung yang merupakan stana Dewa Sangkara (sesuai Lontar Padma Buana), Pura Gedong simbolis Dewa kemakmuran (Betara Rambut Sedana) serta dimadya mandala yakni di Catus Pata yang merupakan titik penyeimbang positif negatif.

Bagi masyarakat Pasedahan, runtutan upacara saat bulan kepitu memiliki makna tersendiri yang sangat sakral. Kedatangan purnama kepitu itu sendiri diyakini sebagai titik tengah perhitungan bulan, dimana, upacara besar mulai dilakukan kecuali pada sasih Desta dan Sada.

Upacara dibulan ketujuh ini secara filosofis dimaknai sebagai pengingat warga agar waspada akan datangnya berbagai penyakit, bencana dan wabah yang ditimbulkan oleh alam. Hal ini disimbolkan dengan ritual Mejaga-jaga dengan memasang duwi (duri) di setiap pintu masuk rumah maupun mrajan (tempat sembahyang).

Menurut Jro Mangku Gede Nengah Sujati, pemangku dipura Rambut Petung mengatakan, Mejaga-jaga adalah simbol menajamkan kesadaran kepada Tuhan, untuk mohon perlindungan agar tidak tertimpa musibah. Bulan Kapitu dikenal sebagai bulan pembawa penyakit (panca roba), seperti angin kencang, hujan, mendung dan pergantian cuaca yang dapat memicu berbagai bencana alam seperti banjir, longsor, angin puyuh.

‘’Dari tanda-tanda alam itulah upacara bulan Kepitu di Desa Adat Pesedahan ditujukan untuk mengingatkan krama agar waspada berjaga-jaga agar jangan lengah terhadap perubahan alam,’’ujarnya.

Selama ini warga Pesedahan sangat meyakini dan masih melestarikan tradisi mejaga-jaga sebagai bentuk berjaga-jaga dengan memasang duri untuk menangkal aura negatif yang dibawa sebagai pengaruh bulan ketujuh.

Masyarakat Pasedahan pada hari purnama Kapitu menghaturkan sesajen dipura Rambut Petung. Upacara ini dilakukan untuk agar waspada sehingga terhindar dari malapetaka. Upacara juga dilakukan di Pura Gedong / Melanting sebagai simbol Dewi kemakmuran yang dipuja di mandala area pasar desa. ‘’Setelah usai menghaturkan upacara di Pura, krama melanjutkan prosesi upacara di rumah masing-masing, dengan mengadakan ritual Muu-uu yakni pembakaran duri dipintu pekarangan rumah,’’jelasnya.

Setelah prosesi tersebut dilewati, sore harinya dilaksanakan upacara di Catus Pata, dimana upacara ditandai dengan membawa Sanggah Cukcuk untuk menetralisasi kekuatan buta agar tidak mengganggu manusia, sekaligus memohon melindungi manusia atas kekuatan dewatanya.

‘’Sanggah cucuk setelah itu dibawa pulang kembali dan ditaruh disisi kanan pintu rumah,’’ujar Jero Mangku Dalem Ketut Sumantara, menambahkan. Selama satu bulan setiap hari Sanggah Cukcuk dihaturkan sesajen saiban serta canang sari tiap hari atau lima hari sekali. ‘’Tepat pada datangnya upacara Usabe Dalem, pada saat inilah Sanggah Cukcuk tersebut dibakar sebagai simbol Saktinya Ciwa yang menganugrahkan kesejahteraan bagi umat,’’jelasnya. dek

Tidak ada komentar: