Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Template

Powered by Blogger

SELAMAT DATANG DI KUBU JINGGA,BLOG YANG BERISI APA SAJA.

Rabu, 10 Maret 2010

Aturan Salah Kaprah

SEJAK beberapa bulan terakhir, wabah rabies melanda Karangasem. Penyakit yang disebabkan oleh anjing gila ini benar-benar membuat masyarakat kalang-kabut. Bagaimana tidak, VAR di RSUD Karangasem sendiri sering ngadat sehingga warga yang kena gigit anjing terpaksa harus dilarikan ke RSUP Sanglah.

Pembantaian anjing pun akhirnya dilakukan. Bahkan, beberapa desa langsung menggelar paruman adat (rapat adat) dan membuat kesepakatan, kalau ada anjing yang menggigit, maka beban biaya akibat luka tersebut harus ditanggung oleh pemilik anjing. Parahnya lagi, kalau sampai meninggal (jika yang tewas orang Hindu), maka biaya pengabenan ditanggung pemilik anjing.

Menilik kesepakatan tersebut, aturan yang dibuat secara dadakan ini terkesan salah kaprah. Kesepakatan ini juga terlalu berlebihan. Kalau saja sanksinya hanya sampai biaya pengobatan mungkin masih bisa diterima. Tetapi kalau sampai biaya pengabenan ditanggung pemilik anjing ini sudah tidak masuk akal.

Permasalahannya saya balik. Yang menggigit itu anjing, bukan pemiliknya. Haruskan kesalahan yang dibuat oleh anjing dilimpahkan kepada tuannya?. Sebagai orang Bali, kita tentu menyadari kodrat. Yang namanya mati kita tidak ketahui kedatangannya kapan dan penyebabnya apa. Yang jelas bila sudah masa kontrak kita dibumi habis, kita harus mati walau dengan jalan digigit anjing. Sebagai keluarga yang ditinggalkan sudah selayaknya kita melakukan kewajiban mengurusnya dari mengubur hingga ngaben (bagi Hindu). Jangan anjing dikambing hitamkan sebagai sebab kematian. Ingat kita hidup membawa karma, dan semua sudah diatur.

lantas bagaimana kalau yang punya anjing ternyata masyarakat miskin. hanya untuk makan susah, bagaimana dia bisa membiaya ngaben orang lain gara-gara hanya anjingnya menggigit orang hingga tewas. Pembuat aturan ditingkat desa tersebut hendaknya memperhatikan kondisi ini. Agar jangan kelak, begitu aturan disepakati, kasusnya seperti ini lantas aturan tidak jalan alias action nol. Ini sama saja dengan aturan bohongan.

Masalah lainnya. Kalau misalnya semua anjing di bantai. Kita di Bali, khususnya di Karangasem mayoritas agama Hindu. Kepentingan anjing tiap tahun besar. Bayangkan, di sasih kesanga (bulan kesembilan penanggalan Bali), bulan menjelang Hari Raya Nyepi, berapa keperluan anjing kita untuk upacara Mecaru?. Kalau semua anjing yang belum tentu rabies dibinasakan, dimana warga kita harus mencari anjing untuk kepentingan upacara ini?.

Tidak ada komentar: